Entah apa yang menggerakkan Kim Nayun untuk datang ke kantor perusahaan Shine Art — perusahaan Merchandiser Display— pada pukul tiga pagi. Bangun tidur dengan perasaan risau, mengkhawatirkan kerjaannya yang belum rampung. Meninggalkan mess — tempat tinggalnya sementara sebagai karyawan — dengan berjalan kaki, alih-alih mengendarai mobil. Menepiskan ancaman yang meresahkan masyarakat di pagi masih gelap buta ini.
Beruntungnya Kim Nayun bisa melewati kerisauan di sekitar, sehingga ia telah sampai si gedung perusahaan Shine Art. Menaruh tote bag di atas meja kerja dan mengeluarkan iPad, stylus pen, dan buku catatan berukuran A5. Sejenak gadis berperawakan tinggi itu mengikat rambut hitamnya menjadi berbentuk ekor kuda.
Kim Nayun, seorang karyawan dari Graphic Designer Team, memang selalu datang lebih pagi daripada jam biasanya. Pertama kalinya ia datang pada pukul tiga pagi. Datang dengan mengenakan celana jins putih dan dress hitam berlengan panjang, bagian bawah memanjang dan menutupi bagian paha. Tidak biasanya ia memakai pakaian setelan blazer, hanya saja ia malas untuk memilih sekian banyaknya setelan blazer di lemari pakaian.
Selama tidak ada orang di kantor, Nayun bisa menjadi lebih fokus dengan tenang. Untuk pertama kalinya ia berangkat ke gedung perusahaan pada pukul tiga pagi. Biasanya, ia berangkat pada pukul lima pagi, sesuai dengan jadwan tertera. Hal yang mengganjalnya menjadi alasan ia berangkat lebih pagi, yaitu kerjaan.
Atau, mungkin saja dia terpaksa menginap di ruang kerjanya, yang bermodelkan kubikel, dengan bekerja lembur.
Seorang solois akan merilis album akhir bulan Desember mendatang. Meskipun bisa lebih rileks sedikit, Nayun tetap memegang tanggung jawab dalam pembuatan konsep desain album. Ia telah mendapat gambaran sedikit melalui jacket concept album melalui hasil rapat diskusi tim. Soal perintilan album lainnya, pegawai Graphic Designer Team juga saling bekerja sama, asalkan sesama tim harus saling berkomunikasi dan membantu satu sama lain.
“Entah mengapa aku sanggup menyelesaikan tiga halaman photobook dari 50 halaman.” Nayun memerhatikan tiga halaman yang masih terlihat kurang meyakinkan. “Season greetings belum dibahas, tetapi aku harus merancang gambaran desain lagi.”
Jika hasilnya sudah cukup bagus dan berhasil menarik minat penggemar, atau general public, maka Nayun menjadi termotivasi. Seorang solois yang terlibat menginginkan konsep yang menyesuaikan dengan peralihan musim gugur dan musim dingin, yang selaras dengan genre musik yang akan dirilis. Yang ada di pikiran Nayun bukan hanya daun maple atau butiran salju, melainkan bagaimana perpaduan musim gugur dan musim dingin menyatu dengan genre musik, yang mayoritas adalah accoustic dan ballad.
Akan tetapi, otaknya terbatas untuk merampungkan kerjaan desain photobook album, ditambah tiga halaman itu belum tentu disetujui. Padahal Kim Nayun selalu dipuji dengan hasil desain yang memiliki arti tersembunyi. Bahkan Kim Jiwoong — seorang Principal Designer — tiada hentinya mengacungi jempol padanya. Semakin banyak pujian, bukannya semakin lebih baik, justru semakin tertekan.
Terlepas dari tekanan yang dialaminya, Nayun tetap berusaha mempertahankan kinerjanya tanpa mendapat kritikan tajam yang lebih jahat daripada sekadar opini.
Biarkan Nayun melihat kilas balik yang membuatnya terus bekerja keras dan optimis.
Ketika langkah kakinya memasuki gerai pusat album musik, Nayun selalu terpukau oleh beberapa hasil desain album kover yang memancing uang para penggemar. Terkadang ia membeli satu, atau mungkin lebih, untuk menemukam sedikit inspirasi. Kemudian, ia membuka isi album satu per satu. Walaupun penggemar, yang juga selaku konsumen, mengincari dan mengoleksi photocard, album kover tidak pernah luput dari perdebatan opini penggemar. Belum termasuk tingkat kepuasan mereka terhadap kualitas dan penampilan printilan album.
Kim Nayun termasuk banyak meriset untuk memenuhi permintaan penggemar, tetapi ada kalanya ia mudah menyerah. Setiap pulang dari perusahaan, sesekali ia bermampir ke gerai pusat album musik. Terkadang pula ia menonton sekian video unboxing album dari para content creator. Meskipun hanya mengungkapkan printilan album, desain tetap menjadi fokus utama Nayun untuk mencari dan menemukan sedikit inspirasi.
Dirinya tidak hanya pegawai desainer dari perusahaan merchandise display, melainkan memosisikan diri sebagai penggemar di luar lingkungan pekerjaan.
Sekarang, Kim Nayun harus pantang menyerah!
Pergi ke kantor lebih pagi, membuka dan menyambungkan iPad dengan monitor komputer, kemudian mulai pemanasan sebelum menggarap desain photobook yang belum usai. Tanpa ditemani camilan atau minuman. Otaknya berusaha untuk menumpahkan rancangan desain album photobook yang belum rampung sebelum tenggat waktu.
Saking sibuknya harus menyegerakan desain photobook, Nayun tidak menyadari kemunculan sosok pria di belakangnya. Maklum, ruang kantor mereka bermodelkan kubikel, sehingga Nayun tidak pernah menyadari kehadiran siapa pun. Karena sekat pembatas yang menyisakan bagian belakang tempat duduk, sehingga tidak ada yang tahu kemunculan pegawai lain. Terkecuali, Kim Jiwoong yang langsung menaruh sekaleng susu putih di sisi meja kerja Nayun yang kosong.
“Bekerja terlalu keras akan membuatmu lelah lebih cepat,” ujar Jiwoong hingga Nayun refleks kaget. Bagaimana tidak? Seorang Principle Designer berdiri di belakang Nayun, dengan jarak yang sangat dekat.
“Astaga! Kamu mengagetkanku!” Gadis itu mengelus dadanya seraya menenangkan diri.
“Meskipun penguasa kita memuji kerja kerasmu, aku bisa tahu kalau kamu mengalami burnout saat ini.” Kemudian, Jiwoong menunjuk sekaleng susu pemberiannya, dengan harapan Nayun dapat menambah tenaga di pagi buta ini. “Aku khawatir kalau kamu stres, makanya aku membelikanmu sekaleng susu.”
Nayun langsung bangkit dari kursi, segera menyingkirkan iPad dan buku tulis ukuran A5 miliknya.
“Jadi, kamu mengawasiku setiap kali aku berada di sini setiap pagi buta?” tanyanya, yang kemudian dijawab Jiwoong berupa anggukan. “Bekerja terlalu pagi tidak termasuk ke dalam penilaian karyawan, karena itu hanya membuat karyawan berusaha menyakiti diri. Dan perusahaan akan mendapat teguran karena dianggap mengabaikan kesehatan karyawan sekaligus lalai terhadap jam kerja.”
“Aku datang ke sini pagi-pagi karena niatku demikian, bukan haus mendapat penilaian karyawan yang baik,” bantah Nayun seraya memandangi Jiwoong yang menyiratkan kekhawatiran. “Dan aku yang sengaja melemburkan diri.”
Jiwoong justru menggeleng, alih-alih kagum pada kerja keras Nayun.
“Lagipula, kita masih ada season greetings sebelum itu akan dirilis — ”
“Nona Jane tidak lagi meminta season greetings,” potong Jiwoong, “sebagai gantinya, agensinya memesankan kita berupa kalendar duduk.”
Barulah Nayun tertegun sejenak. “Tidak ada season greetings?” Kemudian, Jiwoong mengangguk. “Dan untuk pertama kalinya dalam masa karirnya selama delapan tahun, bahwa dia sudah meminta kepada agensinya untuk tidak merilis produk season greetings.”
Kemudian, Nayun mengangguk lega.
“Jadi, kita bisa berfokus pada hasil desain produk album sebelum perusahaan ini mendapat teguran dari berbagai pihak. Kalau hasil desainnya sudah rampung, serahkan padaku lebih dahulu sebelum menilai kelayakan hasil desainmu.”
Kemudian, Jiwoong melirik kalendar dinding yang jaraknya tidak jauh dari mereka. “Kita tidak punya banyak waktu untuk bersantai-santai, kecuali pulang kerja. Pihak percetakan pasti menunggu hasil desain produk album kita. Paham?” Diakhiri dengan sudut bibir Jiwoong membentuk senyuman.
Kim Nayun hanya mengangguk pasrah. “Siap, Tuan.” Gadis berperawakan tinggi itu membungkuk sopan, padahal mereka sebaya.
“Aku akan berusaha mempertahankan kinerja baikku dan berusaha menjaga emosionalku,” imbuh Nayun sembari menepuk sebelah bahu Jiwoong. “Kamu juga harus semangat.”
“Tumben sekali kamu menyemangatiku begitu.” Jiwoong malah tertawa kecil, seolah omongan Nayun hanya candaan.
“Aku memahamimu rasanya harus mengawasi kami, juga tim desain grafik lainnya. Jika diantara kami lalai dalam pekerjaan ini, kamulah yang harus menerima kritikan tajam. Bukankah begitu?”
Nayun pun melirik kerah kemeja Jiwoong yang terlihat kurang rapi, kemudian gadis itu membenarkannya. Jiwoong refleks melirik arah jari-jari Nayun yang merapikan kerah kemejanya. Tidak hanya kerah kemeja yang dirapikan, melainkan Nayun melonggarkan dasi hitam Jiwoong sedikit. Entah bagaimana Nayun memberikan afeksi hangat, yang membuat hati Jiwoong berdebar-debar.
Sepeduli inikah kamu padaku? Menyemangatiku saja tidak cukup, sehingga kamu terlihat peduli padaku. Jiwoong membatin.
“Harusnya pakaian kita tidak seformal saat mengadakan rapat perusahaan, tetapi kamu terlalu formal.” Nayun pun mengusap sebelah bahu Jiwoong, cukup pelan sekaligus penuh perhatian. “Kemeja saja sudah cukup menambah ketampananmu.”
Namun, pria itu meraih dan menarik pelan bagian belakang pinggang Nayun hingga menyisakan sedikit jarak. Sontak kontak mata mereka saling bertemu. Biasanya, mereka hanya terpaku pada kerjaan desain masing-masing, dengan Jiwoong memeriksa hasil desain grafis dari tim sosial media. Namun, untuk kali ini kontak mata mereka bertemu, dengan ekspresi mata yang berbeda.
Jiwoong memerhatikan wajah letih Nayun yang terpampang jelas. Meskipun tidak ada kantung mata yang menghitam, tetap saja masih tersisa letih dari wajah cantiknya. Itulah sebabnya Jiwoong terus memantau Nayun daripada karyawan tim desain lainnya, atau karyawan tim di luar desain. Setiap gerak-gerik Nayun akan membuat Jiwoong cemas.
Namun, di sisi lain, Jiwoong menyukai ekspresi mata Nayun yang hanya bisa ditunjukkan padanya. Nayun tidak pernah menuturkan keluhan karena pekerjaan, tetapi matanya tidak berbohong. Jiwoong dapat menerka-nerka seribu bahasa bisu Nayun. Dan seharusnya gadis itu mendapat hiburan.
“Kamu lelah, ya?” Sengaja jemari Jiwoong menyingkap helaian rambut Nayun yang tak terikat. Bahkan diamnya pun sudah jelas.
“Sepulang kerja nanti, mau aku traktirkan kamu es krim?” Jiwoong berbisik, tepat di sebelah telinga Nayun. Padahal karyawan perusahaan yang hadir hanya mereka. “Ada gerai es krim yang baru dibuka kemarin.”
Nayun sangat suka es krim, terlebih sudah sangat lama ia tidak membeli camilan dingin itu. Ada pancaran girang dari wajah letihnya. Sudah pasti ia ingin ditraktir es krim. Bukan karena Jiwoong punya banyak uang, melainkan seumur hidup Nayun tidak pernah ditraktir.
“Haruskah kita sedekat ini hanya untuk rencana traktir es krim?” Kemudian, gadis itu sedikit mendorong Jiwoong sehingga jarak keduanya kembali berjauhan satu sama lain.
“Atmosfer pagi buta ini sedang baik, jadi, aku sengaja memanfaatkan suasana baik ini agar setidaknya kamu bersemangat.” Tidak mungkin Jiwoong melepaskan cengirnya. “Itu membuatku senang.”
Nayun berdecak kesal. “Kamu sendiri melarang dirimu untuk tidak jatuh hati pada seorang gadis karena kerjaan adalah prioritas utama.”
“Kita sedang tidak bekerja sekarang. Ini masih di luar jam kerja.”
“Tapi, kita berada di perusahaan.”
“Apakah aku terlihat peduli?”
“Hei, Kim Jiwoong!”
Dan, lagi-lagi Jiwoong berbisik, “Aku akan menyayangimu lebih lembut karena aku sangat mencintaimu, Kim Nayun.”
Bisikan cinta yang membelakkan mata Nayun. “Apa?”
“Bolehkah aku mengucapkan cinta setiap hari di luar jam kerja?”
Kemudian, Jiwoong pun memandangi langit-langit atap sebelum kembali mengunci netranya ke wajah Nayun.
“Di luar jam pekerjaan, aku akan mengucapkan cinta padamu. Ada banyak sisi darimu yang memikatku, itulah alasanku. Bahkan pada pagi buta ini, aku tetap akan mengucapkan cinta padamu. Itu seperti menambah tenaga positif yang mendebarkan dalam tubuhku.”
Namun, Nayun tidak terpengaruh oleh perkataan gombal Jiwoong, yang terdengar klasik. “Aku harus kembali bekerja.” Kemudian, gadis itu menyingkirkan Jiwoong untuk kembali duduk di kursi kerjanya.
“Bolehkah aku memerhatikanmu sampai aku mendengar jejak kaki karyawan — ”
“Aku sibuk,” potong Nayun, “Lebih baik kamu tidur di ruang istirahat pegawai saja.”
“Tidak mau!” tolak Jiwoong semakin manja. “Aku hanya ingin melihat orang tercintaku. Apakah sesulit itu?”
Nayun hanya memutarkan bola matanya, lebih memilih tak acuh pada Jiwoong. Akan tetapi, pemuda itu tetap berpendirian pada perkataannya sendiri, yaitu memerhatikan dan memandangi wajah Nayun. Selama berada di luar jam kerja, Jiwoong dapat mengambil kesempatan emas yang akan mendebarkan hatinya. Biarpun eksistensinya diabaikan Nayun, setidaknya Jiwoong mengagumi setiap ekspresi sekaligus kerja kerasnya.
Menopangkan dagunya di atas telapak tangan, dengan sikutnya menopang di atas meja kerja Nayun. Memerhatikan wajah bagian samping Nayun tidak ada salahnya bagi Kim Jiwoong. Senyuman pria itu kembali melebar, semakin membuatnya jatuh cinta. Dan, itulah alasannya memantau kehadiran Nayun setiap pagi buta ini.
“Kim Nayun,” panggil Jiwoong, yang kemudian kembali diabaikan Nayun. “Maukah aku memberikan sesuatu yang lebih ‘manis’ daripada es krim? Berhubung hanya ada kita di sini.”
Nayun tetap tak acuh, tetapi Jiwoong kembali berbisik tepat di lubang telinganya. “Setidaknya kamu luangkan sedikit waktu pagi buta ini bersamaku dengan lebih menyenangkan. It must be interesting and more insteresting.”
“Hei, Kim Jiwoong!”
Kenyataannya, Kim Nayun tetap merasa risih dan terganggu karena Jiwoong tetap mengganggunya.
“Jangan ganggu kerjaanku. Paham?”
END.