Bersama dengan para pejalan kaki di jalan trotoar, melintasi rambu lalu lintas yang baru saja beralih rambu menjadi lampu hijau. Keramaian jalanan kota yang dimulai saat mereka telah menyelesaikan aktivitas memberatkan pikiran. Beralih dari tempat mereka memulai aktivitas, kemudian kembali menuju tempat istirahat masing-masing. Mungkim ada yang pergi ke restoran makan malam, pergi bersantai di sekitar Sungai Han, pergi ke tempat hiburan, atau pergi hanya untuk mencari udara segar. Langit gelap beserta udara dingin yang masih menyisakan cuaca di musim dingin, mulai peralihan musim semi yang akan bermekaran di sekitar kota.
Namun, Kang Chani kini tidak tahu arah selain menaiki bus trans. Melelahkan rasanya akhirnya ia menuntaskan kegiatan kuliah hampir seharian penuh. Bersama dengan para penumpang yang hanya bersenang-senang sendirian, menikmati rilisan lagu yang muncul. Kini, Chani semakin hilang arah dan tidak tahu dengan kegiatan selanjutnya. Bukan berarti tujuannya menjadi hilang, dengan pikiran kosongnya. Memang tidak ada rencana untuk bepergian, yang pemuda itu anggap sebagai self reward.
Saat bus trans telah berhenti di salah satu halte pemberhentian, Chani hanya ikut turun bersama beberapa penumpang lainnya. Kakinya terhenti setelah berpijak di atas halte bus. Tidak ada pejalan kaki di sana, melainkan kosong. Tidak ada penumpang, lebih tepatnya, yang akan menaiki bus trans menuju rute pemberhentian selanjutnua. Mungkin akan berbahaya jika mereka melakukannya sendirian.
Sempat terhenti kakinya, Chani kembali ikut berjalan di tengah kerumunan gang yang cukup luas. Tidak begitu ramai, juga tidak begitu padat. Banyak orang yang menghabiskan waktu bersama di masing-masing restoran, juga tempat hiburan dengan pakaian tertutup yang ketat. Tetap Chani tetap tidak tahu arah dan tujuannya. Pemuda bersurai hitam itu hanya berjalan, melirik sederet kafe atau restoran kecil yang mulai dipadati pengunjung. Benar-benar tidak tahu ke mana langkahnya akan menghampiri.
Hingga langkah Kang Chani kian terhenti di salah satu kafe yang terlihat sedikit sepi oleh pengunjung. Memang terlihat kecil dan cukup sempit, membuat pengelola kafe itu harus membatasi jumlah pengunjung dengan mendaftarkan reservasi. Chani tak pernah terpikirkan untuk menghabiskan waktu sendirian. Jikalau tempat bersantai itu sudah lenggang, maka Chani memutuskan untuk mengunjungi kafe itu.
Persetan dengan sepi atau ramainya kafe tersebut. Ini sudah pukul tujuh malam, terlalu sering tertegun dihadapan gedung Bio Cafe. Kang Chani hanya ingin meneguk segelas ice americano, demi membuat matanya terjaga. Lagi-lagi hanya menunggu beberapa pengunjung meninggalkan tempat. Seolah-olah Chani sudah mulai menempatkan tempat duduk ternyamannya.
Akhirnya, kedua kakinya melangkah masuk ke dalam gedung kafe. Chani celingak-celinguk untuk mencari tempat duduk yang kosong. Namun, siapa sangka netranya bertemu dengan seorang gadis yang duduk sendirian, dengan menyenderkan kepalanya di atas meja beralaskan lengan. Sosok gadis berwajah blasteran yang memancarkan kecantikan yang manis. Dia bernama Nancy Lee, yang biasanya menjadi pelanggan tetap bersama teman-temannya. Kini hanya duduk seorang diri. Orang-orang akan mencibirnya, seperti tidak memiliki teman.
Ada rasa tertarik bagi Chani untuk berbagi bangku bersama Nancy. Melalui senyuman kecilnya, langkahnya tergerak menghampiri gadis bertubuh sintal itu. Kehadirannya tak menggerakkan Nancy, dengan langkah Chani yang sangat pelan. Khawatir mungkin teman Nancy sedang pergi ke belakang untuk membuang air. Atau mungkin gadis itu benar-benar datang sendirian.
"Bolehkah aku duduk di sini?" Chani bertanya dengan meminta izin, kemudian Nancy mengangguk seraya membangunkan kepalanya perlahan dari atas meja.
"Duduk saja daripada membuat pengunjung lain beralih dari tempat ini." Ternyata, Nancy Lee datang sendirian.
"Terima kasih banyak!" ucap Chani tersenyum, dengan meletakkan tas punggungnya di bawah kakinya. Meskipun Nancy ikut membalas dengan senyuman kecil, tetap saja wajahnya terlihat tidak demikian.
"Mengapa kamu sendirian? Biasanya ke sini bersama teman-temanmu."
Chani terkadang memantau keberadaan Nancy bersama teman-temannya di tempat yang sama. Di Bio Cafe, tempat di mana mereka selalu bertemu secara kebetulan. Saat itu, Nancy memiliki teman-teman tongkrongan, sedangkan Chani duduk sendirian. Seiring berjalannya waktu, terlihat jelas bahwa Nancy datang berkunjung sendirian.
"Mereka sudah memiliki kekasih masing-masing, jadi, tempat ini bukan lagi untuk memamerkan kemesraan atau bersenang-senang," jawabnya dengan ekspresi sedihnya, "aku iri pada mereka."
"Sekarang, kan, ada aku di sini dan duduk berhadapan denganmu." Pemuda bermarga Kang itu hanya tersenyum lebar. "Tidak apa-apa kalau aku temani kamu di sini?"
"Kalau kamu mau menjadi kekasihku, pun aku juga bersedia dengan senang hati." Tidak berbohong perasaan Nancy yang telah menyimpan rasa suka yang mendalam pada Chani sejak mereka menjadi mahasiswa baru. "Mungkin kamu sudah tahu perasaanku padamu."
"Kalau kamu masih menyimpan perasaan yang sama padaku, lebih baik kita mulai berkencan hari ini." Chani hanya menyandarkan punggungnya ke arah sandaran kursi, seraya melipatkan kedua tangannya. Pemuda berperawakan cukup tinggi itu nyatanya memiliki perasaan yang sama dengan Nancy.
"Kalau aku sudah mengagumimu dari kejauhan, seharusnya aku tidak perlu menemanimu yang sedang sendirian," ujar Chani dengan senyum kemenangan.
"Lantas, mengapa kamu tidak menghampiriku ketika aku berkumpul bersama teman-temanku?" tanya Nancy mulai basa-basi.
"Kenapa?" Chani menaikkan salah satu alisnya. "Karena beginilah aku harus menghormati kehidupanmu bersama teman-temanmu. Anggap saja aku merasa sungkan pada kalian."
"Tapi mereka juga teman-temanmu."
"Aku akan menjadi pengganggu karena aku merusak suasana santaimu bersama teman-temanmu."
"Lantas, jika aku pergi bersama teman-temanku, apakah kamu tidak akan menghampiriku?"
"Kalau kamu ingin menghabiskan banyak waktu bersama teman-temanmu, itulah waktumu yang bisa kamu bagi bersama mereka." Kemudian, Chani memajukan tubuhnya ke arah Nancy, hendak menambahkan perkataannya, "Kamu bisa menghabiskan waktu bersamaku selamanya di masa depan kita bersama nanti."
Berharap perkataannya bisa menghentikan basa-basi yang dibuat Nancy, sudah jelas perkataan Chani barusan.
"Memangnya, kapan kita bisa hidup bersama?" Nancy masih belum selesai dengan topik basa-basinya.
"Kalau kamu mau menikah denganku, aku menjamin kita bisa hidup bersama selamanya." Kang Chani hanya tersenyum kian tertawa santai, membuat Nancy terperangah seraya memutarkan bola matanya. "Kita masih muda, belum berpikir mengarah ke sana."
"Itu memang benar." Chani pun mencoba menghentikan tawa renyahnya. "Terlalu cepat kita membahas pernikahan."
"Bisakah kita mengubah topik ini?" Gadis bersurai pirang pendek sebatas leher itu berhenti tertawa. "Kita harus membahas topik untuk sepasang kekasih baru ini."
"Astaga. Jadi, kita benar-benar sedang berkencan?" Ledakan tawa Chani yang mengagetkan, juga merasakan jantungnya mulai berdebar-debar. "Ah, kamu hanya membuatku girang di hari kasih sayang ini."
"Ada apa denganku?" Nancy tertegun seraya memerhatikan penampilannya yang serba panjang. "Apakah aku ini selalu membuatmu terpesona?"
"Memang benar, bukan?"
Ekspresi girang serta senyuman genit Kang Chani yang tak dapat dihindari. Namun, Nancy masih berani memandangi setiap artian dari tatapan Chani. Kalau sudah jatuh cinta dengan seseorang dalam waktu lebih lama, perasaan riang bercampur gugup menjadi satu itu meletup-letup tak karuan. Tatapan yang berani menjadi merasa nyaman. Terlebih lagi, keduanya sudah saling menyukai diam-diam sejak lama.
"Semua tentangmu selalu membuatku terpikat olehmu. Tidak bisa lagi aku berbohong." Dan sosok Kang Chani yang berani terbuka dengan perasaan sesungguhnya pada Nancy Lee. Dan perkataan pemuda bermata sayu itu diakhiri dengam berbagi senyuman yang menghangatkan.
Mereka hanya berbagi senyuman, bukan lebih dari itu. Berbagi arti tatapan yang hanya mereka yang bisa membacanya. Di tengah kerumunan pelanggan yang sibuk masing-masing, sedangkan sepasang kekasih baru itu baru memulai ikatan cinta yang tulus. Dengan berbagi senyuman 'manis' untuk pertama kalinya sebagai teman satu kampus berbeda prodi, serta jemari mereka yang perlahan menyentuh dan saling bertaut.
Bukan sekadar berbagi kasih sayang dalam dia melalui ekspresi dan sentuhan. Obrolan basa-basi pun kembali dibahas, yang entah itu bisa menyambung tali komunikasi satu sama lain. Topik basa-basi tentang gambaran masa depan. Kang Chani dan Nancy Lee, sepasang kekasih baru itu hanya mengobrol di tengah keramaian Bio Cafe yang kembali padat. Dua gelas ice americano pun diabaikan, menunggu sampai es batu mencair dan mengembun di setia sisi gelas.
Memang harus bagaimana lagi dengan mereka?
Biarkan saja mereka memiliki dunia sendiri, yang baru saja memulainya malam hari penuh kasih sayang.
END.