You Can’t Escape Alone

Sigi
4 min readMar 12, 2023

--

Photo by Mayer Tawfik on Unsplash

Satu per satu kursi pesawat mulai terisi oleh penduduk lokal yang melakukan perjalanan destinasi menuju negara tujuan. Mereka duduk sesuai dengan nomor kursi yang tertera di tiket pesawat. Beberapa diantara mereka akan transit di bandara internasional di negara terdekat. Kabin pun mulai ditempati oleh para penumpang dengan beragam tas jinjing, kecuali hidangan kuliner kecil yang basah.

Ada yang pergi berliburan, juga ada yang pergi dalam rangka dinas. Namun, Jung Jinsoul pergi ke negara tujuan bukan untuk liburan atau dinas, melainkan untuk kabur. Berharap tidak ada orang terdekatnya yang bisa menghubunginya atau menemukannya secara kebetulan. Pasti ada alasan mengapa Jinsoul memilih kabur dan memutus hubungan dari orang-orang terdekatnya.

Kehidupan pribadi yang berkecamuk merupakan alasan untuk kabur.

Jung Jinsoul ingin melarikan diri dari segala kekacauan dalam hidup. Keluarga kecilnya yang berantakan, teman-teman rekan kerjanya yang merundungnya secara verbal, dan kekasihnya yang tak pernah mendukungnya dan ikut merundungnya. Melarikan diri untuk memutus semua hubungan sebelum depresi akan menghampirinya. Rasanya menjadi gila dan frustrasi karena harus berkaca pada kehidupan suramnya.

Tidak bisa Jinsoul jelaskan semuanya. Semakin ia menjelaskan, mana mungkin mentalnya sekuat baja. Gadis itu hanya melarikan diri, mencoba agar semuanya terlupakan dalam sekejap. Orang-orang itu mungkin sedang mengerahkan banyak tenaga untuk mencari keberadaannya. Namun, Jinsoul yakin, mereka tidak akan berhasil menemukannya.

Mengenakan pakaian serba hitam dan serba tertutup mungkin sudah cukup untuk bisa melarikan diri dengan tenang.

Semua identitas paspor, kartu penduduk, dan visanya menggunakan nama samaran, bahkan harus mengganti pasfoto dengan wajah yang berbeda tanpa sentuhan pisau bedah. Tidak hanya itu, Jinsoul telah mencopot kartu SIM dari ponselnya agar orang-orang itu tidak bisa menghubunginya. Berharap mereka benar-benar menganggap Jinsoul telah tiada. Hanya itulah caranya bisa melarikan diri sejauh mungkin.

"Kalau kamu mencoba untuk kabur...," sumber suara itu menghentikan Jinsoul yang sedang membuang kartu SIM lewat udara, "... aku ikut denganmu." Kenyataannya, Jinsoul tetap membuang kartu SIM ke arah udara, tepat saat pesawat telah terbang ke udara.

Sosok pria yang menutupi diri dengan selebaran koran, memancing kekesalan Jinsoul karena perkataan yang terkesan ikut campur. Menganggap pria di sampingnya itu mencampuri urusan kehidupan pribadinya dengan cara ikut terlibat. Pria itu bahkan mengetahui keberadaannya saat ini. Apa maskapainya, nomor bangku pesawat, dan tujuan melarikan diri ke salah satu negara tujuan, si pria itu telah mengetahui semuanya sampai ke akar-akarnya.

Entah bagaimana bisa Park Seonghwa duduk di samping Jung Jinsoul, bahkan gadis itu tak menyadari kehadirannya.

"Seharusnya kamu tidak perlu mengenalku lebih dalam jika kamu tidak terlibat ke dalam urusan kehidupanku, Park Seonghwa," desis Jinsoul seraya menyingkap selebaran koran cukup kasar, memandangi wajah Park Seonghwa yang terlihat santai, "Sudah cukup kamu berdiri di depan orang tuaku, teman-teman sampah beracun, dan kekasihku yang manipulatif dan pengancam itu. Untuk apa kamu terus melindungiku jika kamu sendiri ikut membela mereka?"

"Itulah sebabnya mengapa aku harus melindungimu, Jinsoul noona." Seonghwa tersenyum, yang bermakna licik bagi Jung Jinsoul. "Memangnya kamu bisa melarikan diri sendirian?"

"Aku bukan anak kecil yang harus diawasi ketat orang tua," balas gadis bersurai hitam sepundak itu. "Ah, tidak, aku menganggap diriku tidak memiliki orang tua. Sepertinya, aku akan merasa jijik jika aku mengingat wajah orang tuaku."

"Tentu saja kamu bukan anak kecil. Kamu memang harus bebas melarikan diri, tetapi kamu tidak bisa melarikan diri lagi ketika orang tuamu, teman-temanmu, atau kekasihmu telah menemukan negara tujuan kaburmu."

"Aku sudah membuang semua apa yang berkaitan denganku, sebagai Jung Jinsoul, melainkan aku harus melarikan diri dengan menggunakan nama Stella Jung."

"Tetap saja mereka akan mengenal nama samaranmu, Jinsoul noona."

"Lantas, untuk apa kamu mengikutiku sekarang?"

Seonghwa enggan menjawab, melainkan menggamit salah satu jemari Jinsoul. "Untuk hidup selamanya bersamamu dengan membuka lembaran baru di negara tujuan kita."

"Apa?" Jinsoul mulai tercengang. "Kamu bahkan bukan kekasihku."

"Tapi, aku bisa melamarmu sekarang, bukan?"

Jinsoul menggeleng. "Tidak. Bagaimana jika kekasihku mengetahui—"

"Lantas, apakah kekasihmu benar-benar tulus mencintaimu dengan tindakannya yang berengsek?"

Seonghwa memotong penolakan Jinsoul. "Seharusnya aku yang mencintaimu daripada kekasihmu."

Barulah Jinsoul diam, membiarkan Seonghwa meluapkan isi hatinya, yang diam-diam pernah menaruh perasaan padanya.

"Seharusnya aku berada di posisi Lee Hyunjae hyung untuk mencintaimu dan menyayangimu. Seharusnya aku mengalahkan Lee Hyunjae hyung. Dan seharusnya aku lebih cepat melamarmu daripada Lee Hyunjae hyung menyatakan perasaanmu dengan segala bualannya yang menjijikkan itu."

Untuk kali ini, Jinsoul tertegun di tempat. Kalau ia menggali kembali, segala ingatannya bersama kekasihnya selalu kurang baik. Jangan lupa perkataannya yang menghipnotisnya seolah otaknya dicuci. Perkataan kekasihnya yang bernada ancaman agar selalu memercayainya. Jika diingat-ingat lagi, Jinsoul ingin sekali meminta kantung muntahnya.

Hingga Park Seonghwa—tidak, dia sekarang menjadi Stevan Park—yang kini hadir pun akan melaksanakan tugasnya, yaitu menjadi pengawal pribadi dan menggantikan posisi Lee Hyunjae sebagai kekasih Jung Jinsoul.

"Mari kita membuka lembaran baru, Stella Jung."

END.

--

--

Sigi
Sigi

No responses yet